C-Suite: Tim atau Sekadar Ruang Tunggu Para Solois?


Para eksekutif perusahaan kerap tampil rapi dalam foto laporan tahunan: duduk sejajar, tersenyum tipis, seolah satu suara dalam urusan strategi dan arah bisnis. 

Namun riset terbaru Gartner membongkar kenyataan yang lebih sederhana—dan lebih getir: para CXO itu lebih mirip kumpulan solois yang sesekali dipaksa bermain dalam satu panggung, ketimbang sebuah tim yang padu.

 

Identitas yang Retak

Gartner, melalui dua survei sepanjang 2023–2024, menemukan hanya tiga dari sepuluh eksekutif yang menganggap rekan-rekannya di C-suite sebagai “tim utama”. Sisanya merasa kampung halamannya tetap di fungsi masing-masing: CMO dengan para pemasar, CFO dengan para penjaga neraca, CTO dengan pasukan insinyur.

Fenomena ini bukan sekadar soal preferensi. Ia menjelma menjadi pola kerja: rapat strategi yang penuh tarik-menarik kepentingan, tujuan yang saling menyilang, dan KPI yang seolah dirancang untuk memenangkan unit, bukan perusahaan.

Tak heran jika hanya 34% CEO yang menilai C-suite mereka siap menghadapi tantangan. Gambaran yang ironis untuk barisan yang semestinya menjadi kompas perusahaan.

Promosi yang Menyisakan Lubang

Perusahaan biasanya mengangkat eksekutif berdasarkan deretan capaian individual. Mereka yang paling mahir di ranahnya otomatis dianggap layak menjadi pengambil keputusan puncak. Namun, dalam struktur yang menuntut kolaborasi lintas fungsi, keahlian mendalam tidak selalu bertemu dengan kecakapan bekerja secara kolektif.

Hasilnya: rapat C-suite sering terdengar seperti perdebatan antar kepala dinasti. Masing-masing sibuk mendefinisikan kemenangan dari sudut pandang sendiri.

CHRO: Pengamat Sunyi di Ruang Paling Riuh

Gartner menempatkan CHRO sebagai figur yang sebenarnya paling memahami denyut interaksi eksekutif. Dalam survei mereka, banyak masalah berakar dari ketimpangan perilaku kepemimpinan inti: kolaborasi yang kelewat hati-hati, konflik yang tak terselesaikan, atau proses pengambilan keputusan yang terlalu lambat karena mengejar konsensus semu.

Seorang CMO yang terlalu rajin mengajak semua pihak berdiskusi, misalnya, dapat membuat peluncuran produk tersendat. Kasus-kasus seperti ini seharusnya menjadi sinyal bagi CHRO dan CEO untuk melihat kembali bagaimana para pemimpin puncak bekerja, bukan hanya apa yang mereka capai.

Tiga Jalan Perbaikan

Pertama, Gartner menyarankan mitigasi perilaku, dari yang paling lunak hingga paling keras.
Intervensi terlembut berupa networking: memberi ruang bagi eksekutif untuk melihat praktik di luar, sambil mengukur ulang standar mereka. Di tengah spektrum, ada executive coaching, yang lebih formal dan mahal, cocok bagi perilaku buruk yang sudah berulang. Langkah terakhir—yang paling tidak nyaman—adalah menggantikan eksekutif yang terus menghambat kerja tim.

Kedua, evaluasi kapabilitas C-suite harus dilakukan secara berkala dan lebih mendalam. Banyak perusahaan menilai eksekutif hanya dari performa individu, tanpa mengukur kemampuannya sebagai bagian dari tim puncak. Ketika tanda bahaya muncul—turnover meningkat, kinerja merosot—itulah waktu CHRO bertanya: Apakah talenta di C-suite sudah tepat untuk arah perusahaan?

Ketiga, perusahaan perlu menetapkan tujuan bersama untuk C-suite. Tanpa sasaran kolektif, para pemimpin akan terus mengeksekusi visi masing-masing. Ia menimbulkan ilusi kerja tim: rapatnya kolektif, tindakannya terpecah.

Gartner menegaskan bahwa CEO harus memastikan ada satu tujuan pemersatu yang mengikat seluruh eksekutif. Tanpa itu, tidak ada mekanisme yang mendorong mereka bergerak dalam irama yang sama.

Orkestra Tanpa Dirigen

C-suite adalah panggung tertinggi dalam organisasi. Di sanalah keputusan strategis diambil, arah ditentukan, dan krisis diputuskan. Tetapi tanpa penyelarasan yang konsisten, C-suite mudah berubah menjadi orkestra tanpa dirigen: masing-masing memainkan partitur sendiri, berharap musiknya tetap terdengar utuh.

Riset Gartner memberi peringatan halus: kehebatan individual tak pernah cukup.
Tanpa disiplin kolektif, tanpa arah bersama, dan tanpa pemimpin yang menjaga harmoninya, C-suite hanya akan menghasilkan kebisingan yang dibungkus rapih dalam laporan tahunan.

Selebihnya, publik akan menilai sendiri: apakah yang terdengar adalah simfoni—atau sekadar suara gaduh yang dipoles menjadi elegan.