Perkembangan Konsumen Elektronik dan Peralatan Rumah Tangga di Indonesia 2024–2029
![]() |
Perkembangan Konsumen Elektronik dan Peralatan Rumah Tangga di Indonesia |
Indonesia tengah memasuki fase penting dalam transformasi konsumen elektronik dan peralatan rumah tangga.
Dengan populasi muda yang melek digital, urbanisasi yang pesat, serta peningkatan daya beli masyarakat, permintaan terhadap produk elektronik dan peralatan rumah tangga melonjak tajam. Bukan hanya soal kebutuhan fungsional, melainkan juga gaya hidup, status, dan kenyamanan.
Laporan Consumers in Indonesia 2024 dari Statista menunjukkan bahwa hampir setiap rumah tangga di Indonesia kini memiliki smartphone dan televisi. Di sisi lain, permintaan terhadap perangkat pintar (smart home appliances) dan peralatan hemat energi semakin meningkat.
Dari sini terlihat bahwa lanskap konsumen elektronik Indonesia lima tahun ke depan akan didorong oleh kombinasi faktor teknologi, gaya hidup, dan keberlanjutan.
Elektronik sebagai Kebutuhan Primer
Smartphone bukan lagi barang mewah. Data menunjukkan bahwa 86% rumah tangga di Indonesia memiliki smartphone, sementara 85% memiliki televisi. Laptop pun cukup dominan dengan kepemilikan 78%, dan 66% konsumen memiliki headphone.
Yang menarik, 44% konsumen mengaku tidak bisa hidup tanpa smartphone, dan 36% memandang elektronik sebagai simbol status. Hal ini menandakan bahwa peran elektronik kini tidak hanya fungsional, tetapi juga terkait identitas sosial.
Selain itu, 55% konsumen memperhatikan efisiensi energi saat memilih elektronik. Ini menandakan pergeseran preferensi: harga murah tak lagi satu-satunya faktor, tetapi ada kesadaran terhadap keberlanjutan.
Peralatan Rumah Tangga: Dari Kebutuhan Dasar ke Gaya Hidup
Hampir seluruh rumah tangga di Indonesia kini memiliki kulkas (94%) dan mesin cuci (82%). Kedua perangkat ini sudah menjadi standar. Namun, ada peningkatan signifikan pada kategori lain: 64% rumah tangga memiliki peralatan dapur kecil, 59% memiliki AC, dan 44% menggunakan vacuum cleaner.
Peralatan rumah tangga yang dulunya dianggap pelengkap kini semakin penting seiring meningkatnya kelas menengah. Contoh, 29% rumah tangga memiliki pengering pakaian—angka ini cukup tinggi mengingat iklim tropis Indonesia. Sementara itu, 39% sudah menggunakan microwave, menandakan tren praktikalitas dalam kehidupan urban.
Tren Smart Home: Antara Keamanan dan Efisiensi
Konsep smart home mulai mendapat tempat di Indonesia. 62% konsumen menilai keamanan rumah sebagai aspek terpenting dari teknologi rumah pintar, disusul 53% menyukai fitur kontrol rumah dari jarak jauh.
Namun, adopsi masih terbatas karena 21% konsumen menganggap biaya konversi rumah ke smart home terlalu mahal, dan 17% khawatir perangkat bisa dipakai untuk memata-matai. Dengan kata lain, pasar smart home menjanjikan, tetapi edukasi dan penurunan harga menjadi kunci pertumbuhan.
Faktor Pendorong Pertumbuhan
Ada empat faktor utama yang mendorong konsumsi elektronik dan peralatan rumah tangga di Indonesia:
Urbanisasi dan kelas menengah – Lebih dari 69% konsumen tinggal di kota besar, menciptakan permintaan besar pada perangkat rumah tangga modern.
Digital native generation – Gen Z dan milenial (75% responden) adalah motor utama permintaan perangkat digital, terutama smartphone, laptop, dan wearables.
Tren efisiensi energi – Konsumen semakin sadar pada biaya listrik dan dampak lingkungan, membuat produk hemat energi lebih menarik.
Lifestyle convenience – Gaya hidup serba cepat mendorong pembelian peralatan dapur kecil, microwave, hingga vacuum cleaner robotik.
Tantangan: Harga, Infrastruktur, dan Edukasi
Meskipun permintaan meningkat, ada beberapa tantangan besar:
Harga dan daya beli – Produk premium seperti smart appliances masih sulit dijangkau mayoritas konsumen.
Infrastruktur listrik – Di beberapa daerah, kestabilan listrik masih menjadi kendala. Produk hemat energi bisa lebih cepat diterima jika masalah ini diperbaiki.
Edukasi konsumen – Banyak konsumen belum memahami fitur smart home secara mendalam, sehingga masih skeptis terhadap manfaatnya.
Prospek 2024–2029: Ke Mana Arah Pasar?
Melihat tren data dan perilaku konsumen, ada tiga proyeksi penting untuk lima tahun ke depan:
Smartphone tetap pusat ekosistem – Smartphone akan terus menjadi pusat kontrol, termasuk untuk mengakses layanan smart home, hiburan, hingga pembayaran digital.
Smart appliances tumbuh perlahan – Meski adopsinya belum masif, permintaan akan meningkat seiring turunnya harga perangkat dan bertambahnya penetrasi IoT.
Produk hemat energi jadi standar – Dalam jangka menengah, konsumen akan semakin menolak produk yang boros listrik, sejalan dengan kesadaran biaya dan isu lingkungan.
Strategi untuk Pelaku Industri
Bagi produsen dan retailer, ada empat strategi penting untuk memanfaatkan peluang ini:
Segmentasi produk – Tawarkan pilihan dari entry-level hingga premium, agar menjangkau segmen bawah hingga kelas menengah atas.
Edukasi konsumen – Kampanye soal manfaat smart home dan hemat energi bisa mempercepat adopsi.
Kolaborasi dengan fintech – Skema cicilan digital dan BNPL (buy now pay later) akan mendorong daya beli untuk produk bernilai tinggi.
Integrasi omnichannel – Penjualan elektronik kini harus memadukan showroom fisik dengan pengalaman belanja online yang seamless.
Elektronik dan peralatan rumah tangga kini menjadi wajah baru gaya hidup konsumen Indonesia. Dari smartphone yang melekat di tangan hingga kulkas yang wajib ada di setiap rumah, hingga perangkat pintar yang mulai masuk ke pasar, semuanya menggambarkan transformasi yang lebih besar: digitalisasi kehidupan sehari-hari.
Antara 2024 hingga 2029, pertumbuhan konsumsi elektronik Indonesia tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi juga oleh seberapa jauh industri mampu menghadirkan solusi yang terjangkau, hemat energi, dan benar-benar menjawab kebutuhan konsumen urban.
Bagi perusahaan, inilah saatnya mengatur strategi—karena pasar elektronik dan peralatan rumah tangga di Indonesia bukan sekadar besar, tetapi juga dinamis, kritis, dan semakin cerdas.
Sumber: Statista Consumer Insights – Consumers in Indonesia, August 2024.