Ramai-ramai soal produksi susu sapi tak terserap meski Indonesia defisit susu menyeruak di media beberapa waktu terakhir. Semakin jadi ironi karena pemerintah sedang gencar menjalankan program makan bergizi gratis. Bagaimana sebenarnya permasalahan sektor peternakan di Tanah Air?
Saya mencoba mengulik kumpulan data yang dirangkum dari Statista, sebuah platform online Jerman yang berspesialisasi dalam pengumpulan dan visualisasi data. Memang bukan data yang terbaru, tapi saya yakin cukup untuk memberikan gambaran di lapangan. Berikut ulasannya:
Sektor peternakan Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam dekade terakhir. Pada 2023, sektor ini menyumbang sekitar 1,56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, dengan nilai mencapai lebih dari Rp325 triliun.
Tren ini menandakan adanya kontribusi yang konsisten dari sektor ini, meskipun tantangan yang dihadapi termasuk dalam hal produksi dan permintaan daging yang terus meningkat. Peningkatan ini mengindikasikan potensi sektor peternakan sebagai motor ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di tengah meningkatnya permintaan daging sapi dan produk susu di dalam negeri.
Dinamika Produksi Daging dan Susu
Produksi daging sapi mencapai 503.506 metrik ton pada 2023, meningkat dari tahun sebelumnya. Selain daging sapi, produksi daging babi dan kambing juga menunjukkan tren yang positif.
Konsumsi daging sapi per kapita diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 2,41 kilogram per kapita pada 2029, mengisyaratkan adanya peningkatan permintaan di masa mendatang.
Di sisi produksi susu, total produksi mencapai sekitar 124 juta liter pada 2023 dengan mayoritas produksi berasal dari Jawa Timur.
Namun, ketergantungan pada satu wilayah untuk produksi ini menimbulkan tantangan dalam distribusi yang lebih merata, sekaligus risiko ketahanan jika ada gangguan di wilayah tersebut.
Harga Produsen dan Konsumen
Harga rata-rata produsen untuk sapi potong di Indonesia pada akhir 2022 berada pada kisaran Rp17,19 juta per ekor untuk bobot sekitar 250 kilogram.
Harga ini cenderung meningkat seiring meningkatnya permintaan yang tidak sebanding dengan produksi domestik.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran daging, khususnya daging sapi, juga telah menyebabkan kenaikan harga konsumen.
Pada 2022, harga rata-rata daging sapi di pasar mencapai Rp131.792 per kilogram.
Tantangan dan Peluang di Pasar Ekspor dan Impor
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan produk peternakan dalam negeri, terutama untuk produk susu dan daging sapi. Pada 2022, Indonesia mengimpor 375,24 juta metrik ton susu dan krim senilai 1,44 miliar dolar AS.
Permintaan tinggi terhadap produk susu, yang didorong oleh pola konsumsi masyarakat perkotaan yang makin sehat dan bergizi, sulit dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang masih sangat terbatas. Ketergantungan ini memperlihatkan risiko rentannya rantai pasok pangan Indonesia terhadap fluktuasi harga dan pasokan di pasar global, yang dapat diperparah oleh krisis ekonomi atau kendala logistik internasional.
Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit dalam pasokan daging sapi yang sebagian besar dipenuhi melalui impor. Meskipun produksi daging sapi dalam negeri mencapai lebih dari 500.000 metrik ton pada 2023, kebutuhan terus meningkat seiring dengan kenaikan konsumsi daging sapi per kapita.
Kondisi ini mengakibatkan peningkatan harga daging sapi di pasar domestik, yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat serta memperburuk ketahanan pangan.
- Kendala Pengembangan Ekspor dan Hambatan Regulasi
Pada 2022, Indonesia berhasil mengekspor beberapa produk peternakan seperti susu segar, daging ayam, dan telur, namun volume ekspor ini masih relatif rendah jika dibandingkan dengan potensi sektor peternakan dalam negeri.
Rendahnya volume ekspor mencerminkan kurang optimalnya sektor ini dalam menembus pasar internasional, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti keterbatasan infrastruktur produksi, standar kualitas yang belum memenuhi pasar global, serta terbatasnya akses dan penetrasi pasar internasional.
Hambatan regulasi juga menjadi tantangan utama bagi pelaku ekspor. Standar kualitas dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh negara tujuan, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat, seringkali sulit dipenuhi oleh industri peternakan domestik.
Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya adaptasi teknologi produksi dan pengolahan yang mampu memenuhi persyaratan internasional. Oleh karena itu, modernisasi teknologi dan peningkatan standar produksi menjadi aspek krusial yang harus segera diatasi untuk membuka jalan bagi pasar ekspor yang lebih kompetitif.
- Peluang Ekspansi di Pasar Regional
Walaupun terdapat tantangan signifikan, sektor peternakan Indonesia memiliki peluang besar untuk ekspansi di pasar regional, terutama di negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina, yang menunjukkan permintaan tinggi terhadap produk peternakan.
Meningkatnya permintaan ini menciptakan peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di kawasan ASEAN, dengan syarat bahwa produk-produk peternakan Indonesia mampu menawarkan kualitas, harga, dan kontinuitas pasokan yang kompetitif.
Selain itu, perubahan preferensi konsumen global yang kini lebih mengutamakan produk-produk organik dan berkelanjutan menjadi peluang strategis bagi Indonesia.
Dalam konteks ini, inisiatif seperti pengembangan integrasi peternakan sapi dengan perkebunan kelapa sawit, yang berpotensi mengurangi ketergantungan pada pupuk dan pestisida sintetis, adalah langkah inovatif yang dapat memperkuat daya saing produk peternakan Indonesia di pasar internasional.
Untuk mengatasi ketergantungan pada impor dan memanfaatkan peluang ekspor, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak.
Pertama, pemerintah perlu memberikan insentif bagi pengembangan peternakan lokal, terutama dalam bentuk bantuan teknologi dan pelatihan kepada peternak agar mampu meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk.
Kedua, modernisasi rantai pasok, mulai dari produksi hingga distribusi, harus diupayakan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar internasional. Peningkatan kualitas dan keberlanjutan produk akan menjadi nilai tambah yang tidak hanya menarik konsumen lokal, tetapi juga konsumen di luar negeri.
Ketiga, kerja sama antar-pemerintah dalam perjanjian perdagangan bebas dapat menjadi solusi strategis untuk mengurangi hambatan perdagangan bagi produk peternakan Indonesia di pasar internasional. Adopsi standar dan sertifikasi internasional seperti sertifikasi organik atau halal yang diakui secara global dapat memperluas pasar ekspor Indonesia, menjadikannya lebih berdaya saing di tengah pasar regional dan global yang semakin kompetitif.
Dampak Lingkungan dari Sektor Peternakan
Penting untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari aktivitas peternakan, di mana sektor ini menyumbang emisi karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan nitrous oxide (N₂O).
Pada 2020, sektor pertanian di Indonesia menghasilkan sekitar 1,29 juta metrik ton setara CO₂, dengan emisi metana sebesar 88,74 juta metrik ton dan nitrous oxide sebesar 65,56 juta metrik ton. Peningkatan gas rumah kaca ini menggarisbawahi perlunya inovasi dalam pengelolaan peternakan yang lebih ramah lingkungan.
Perlunya Reformasi Kebijakan untuk Ketahanan Peternakan Nasional
Sektor peternakan di Indonesia memerlukan reformasi kebijakan yang lebih fokus pada keberlanjutan dan ketahanan pangan. Pertama, pemerintah harus memperkuat insentif bagi pengembangan peternakan lokal dan peningkatan teknologi peternakan untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Kedua, perlu ada program jangka panjang untuk menurunkan jejak karbon dari sektor peternakan. Misalnya, program integrasi peternakan sapi dengan perkebunan kelapa sawit seperti yang sedang diinisiasi bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kebutuhan lahan baru.
Ketiga, diversifikasi produksi susu di luar Jawa Timur akan memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap fluktuasi produksi. Peningkatan produktivitas susu di provinsi lain akan menambah ketahanan pangan nasional.
Terakhir, reformasi ini sebaiknya juga mencakup pengembangan pasar ekspor yang lebih kompetitif dan mandiri sehingga Indonesia dapat memanfaatkan potensi sektor peternakan di pasar internasional.
Secara keseluruhan, sektor peternakan Indonesia sebenarnya memiliki fondasi yang kuat untuk tumbuh, tetapi perlu dorongan strategis dari pemerintah dan sektor swasta untuk memastikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap perekonomian, ketahanan pangan, dan keberlanjutan lingkungan di masa depan.
Posting Komentar