Apakah di tempat Anda kerja ada penghargaan untuk karyawan atau pekerja terproduktif, atau "employee of the month."? Penghargaan semacam itu biasanya digunakan untuk memberikan motivasi atau sebagai insentif kepada pekerja. Namun, satu studi membuktikan bahwa dampak penghargaan bisa lebih kompleks daripada yang orang pikirkan sebelumnya.
Seperti dimuat pada terbitan Harvard Business Review (HBR) edisi Januari-Februari 2020, disebutkan bahwa organisasi biasanya menggunakan penghargaan untuk memberi insentif pada perilaku yang diinginkan, kadang-kadang mengumumkan hadiah secara prospektif bagi siapa saja yang memenuhi kriteria tertentu ke depan, di waktu lain memberikannya secara retrospektif, sebagai kejutan. Kemudian para peneliti mulai membandingkan keefektifan kedua pendekatan itu.
Tim peneliti melakukan percobaan lapangan di 14 distrik sekolah di California. Mereka mengidentifikasi 15.329 siswa sekolah menengah yang telah mencapai kehadiran sempurna dalam setidaknya satu bulan pada musim gugur dan membaginya menjadi tiga kelompok.
Januari berikutnya, siswa dalam kelompok pertama menerima surat yang mengatakan bahwa mereka akan mendapat penghargaan jika mereka tidak absen di bulan Februari. Siswa dalam kelompok kedua mendapat surat yang mengatakan bahwa mereka telah menerima penghargaan untuk kehadiran sempurna selama bulan musim gugur. Kelompok ketiga berfungsi sebagai kontrol.
Catatan kehadiran untuk bulan Februari menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok prospektif memiliki tingkat absensi yang sama dengan siswa dalam kelompok kontrol — dan siswa dalam kelompok retrospektif melewatkan 8 persen lebih banyak hari sekolah daripada orang lain.
Eksperimen lanjutan memberikan penjelasan untuk temuan ini, yang mengejutkan para peneliti. Penggunaan penghargaan mungkin secara tidak sengaja mengindikasikan bahwa perilaku yang diinginkan — kehadiran yang sempurna — bukanlah norma atau harapan yang sebenarnya, dan penghargaan retrospektif mengisyaratkan bahwa penerima telah melampaui harapan, sehingga memberi mereka izin untuk tidak sekolah lagi.
“[Hasil penelitian kami] memberikan catatan peringatan penting bagi berbagai organisasi dan pemimpin dalam menggunakan penghargaan,” tulis para peneliti.
“Penghargaan relatif murah, mudah diterapkan di institusi, dan tampak tidak berbahaya. Kami menemukan bahwa [mereka] dapat memiliki konsekuensi yang lebih rumit daripada yang diperkirakan secara intuitif. ”
Jadi, alih-alih memperbaiki produktivitas, penghargaan belum tentu berdampak positif. Mungkin ini mengingatkan Anda pada "The cobra effect". Walaupun tidak sama persis, dalam level tertentu, ada persamaan antara keduanya.
Dalam penelitian terbaru itu, yang justru berdampak negatif adalah ketika penghargaan sudah didapat (sebagai bentuk kejutan). Dampaknya, tingkat kehadiran siswa berkurang.
Dalam efek kobra, di mana istilah ini diambil dari kasus penanganan ular kobra di zaman kolonial Inggris, upaya mengatasi masalah malah menghasilkan masalah baru. Kasusnya ketika itu, pemerintah hendak mengatasi masalah ular kobra yang membahayakan masyarakat, caranya dengan membuat sayembara.
Bagi siapa yang bisa menangkap kobra, hidup atau mati, maka akan mendapat hadiah. Orang-orang bersemangat mencari kobra karena ingin mendapatkan insentif. Dampaknya, ular kobra jadi jarang. Kemudian terbersit untuk menernak ular kobra, dan hasilnya "dijual" kepada pemerintah.
Maka, pemerintah pun bingung, kenapa masih banyak saja ular kobra, padahal sudah diburu masyarakat. Ternyata pemerintah tahu, bahwa masyarakat memanfaatkan pemberian hadiah itu sebagai cara untuk memperoleh pendapatan. Akhirnya, program dihapus.
Apa akibatnya? Masyarakat yang terlanjur menernak ular kobra pun kecewa, dan akhirnya membuang ular-ular itu. Maka, jumlah ular kobra malah bertambah banyak dan menimbulkan lebih banyak masalah.
Dalam pemberian insentif, organisasi sebaiknya memikirkan beberapa skenario yang mungkin terjadi. Mereka juga harus mengevaluasi program-program mereka, apakah benar-benar efektif, atau melenceng dari tujuan awalnya.
Posting Komentar